- VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews - Pelemahan nilai tukar rupiah yang telah menembus level Rp10.000 terhadap dolar Amerika Serikat, menjadi kecemasan bagi pelaku bisnis mobil di Indonesia. Pasalnya, mereka masih bergantung pada bahan baku impor yang dibeli dengan mata uang asing.
Ketua III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Johnny Darmawan mengatakan situasi ini sebenarnya sudah diprediksi karena imbas dari krisis ekonomi Eropa.
"Kalau situasi seperti ini, saya tidak yakin penjualan tahun ini tembus 1,2 juta unit (prediksi Gaikindo). Mungkin sedikit berkurang jadi 1,1 juta unit," kata Johnny, Rabu 17 Juli 2013.
Menurut dia, kondisi seperti ini kuncinya ada di Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). Mungkin ATPM bisa pintar-pintar mengatur produksi untuk menjaga stok tetap sehat.
Sebab, kalau ingin menggejot produksi yang terjadi stok menumpuk. Imbasnya adalah perang diskon, tapi itu membuat pasar tidak sehat.
"Kalaupun produksi dikurangi, biaya tetap, pasti rugi dan target tidak tercapai. Jadinya dilema juga," analisis pria yang menjabat Bos Toyota Indonesia.
Sebelumnya, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia (JISDOR), Selasa 16 Juli 2013, nilai tukar dibuka di level Rp10.036 per dolar AS. Sementara itu, pada perdagangan sebelumnya, rupiah bercokol di posisi Rp10.024 per dolar AS. (eh)