Kasus Kartel Harga Honda Yamaha

Ini Harapan Konsumen Jika Kartel Harga Skutik Benar Adanya

Honda BeAt eSP vs Yamaha Mio M3 125 CW
Sumber :
  • Blogotive.com

VIVA.co.id – Dugaan adanya pengaturan harga motor matik kelas 110cc dan 125cc yang dilontarkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada PT Yamaha Indonesia Manufacturing Motor (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM), membuat konsumen kedua merek tersebut kecewa.

Nasib Kartel Yamaha-Honda di Tangan Mahkamah Agung

Danu Pratama sebagai pengguna Yamaha Mio M3 tahun 2016 mengatakan, tentu itu sangat merugikan konsumen Indonesia. Dirinya merasa dibohongi oleh dua merek itu. 

"Mereka seolah-olah ambil kesempatan dan keuntungan dalam kesengsaraan masyarakat yang krisis transportasi," ujar Danu.

Skandal Kartel, Honda dan Yamaha Kompak Ajukan Kasasi

Sementara itu, pengguna Honda Scoopy lansiran 2015, Adi Prahendra mengatakan, ia masih menunggu hasil investigasi KPPU, sehingga tidak mau berprasangka buruk.

"Kecuali bukti kuat sudah ada. Di situ saya merasa enggak adil, terkesan dimainkan sama mereka berdua," jelasnya.

Honda-Yamaha Tetap Salah, KPPU: Hakim Sepakat dengan Kami

Pengguna Honda Beat tahun 2014, Handi menuturkan, kalau dugaan itu terbukti dan bisa membuat harga turun, dirinya merasa senang. "Soalnya saya memang sedang cari motor untuk istri. Jadi kalau benar (adanya permainan harga), saya tunda dahulu,” ungkapnya.

Tidak hanya dari pengguna motor Honda, ada juga pemilik motor Yamaha yang kaget dengan adanya kabar dugaan kartel harga ini.

Pengguna Yamaha Mio Soul GT tahun 2013, Habibi menjelaskan, apabila benar kedua perusahaan itu mengambil keuntungan hingga dua kali lipat, maka kasus ini sangat merugikan konsumen.

“Kebayang kalau beli kredit. Sementara setelah pemakaian dua sampai empat tahun, harganya hanya setengah dari harga beli tunai,” kata Habibi.

Menurutnya, kalau memang benar adanya permainan harga, maka Total Down Payment (TDP) kendaraan bermotor diharapkan agar diterapkan sebenar-benarnya, khususnya bagi kedua merek tersebut.

Menurut Habibi, hal itu perlu dilakukan agar rakyat tidak tertipu atau tergiur dengan uang muka murah, yang membuat masyarakat tertarik meski harganya tinggi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya