Ceritaku dari Himalaya: Melawan Truk Gila di Jalan Sempit

Jalur menikung tajam di pengunungan Himalaya.
Sumber :
  • Dok. Royal Enfield

VIVA.co.id - Malam yang panjang kami lalui dengan bercanda di sebuah cafe yang terletak di Old Manali, menikmati suguhan musik dan saling bertukar pengalaman menambah suasana kekeluarga dalam perjalanan ini. Kami bertiga, saya Dian Tami Kosasih, Nok dari Thailand, dan Angie dari Kolombia.

Gasak Harta Majikan Saat Mudik Lebaran, Pria di Tangerang Ditangkap Polisi

Tepat pukul 09.00 kami bersiap melanjutkan perjalanan. Mengecek kondisi motor dan briefing kami lakukan hingga pukul 10.00. Perjalanan menuju Gaushani ditempuh dengan jarak 101 kilometer.

Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, hari kelima ini kami harus menempuh jalan perkotaan yang padat dan panas. Setelah mengisi bahan bakar minyak (BBM), kami menyusuri jalan berliku dan padat. Kendaraan roda empat di sini biasa memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi, 60-100 kilometer per jam. Kami menamainya dengan truk gila.

Apes, Karyawan Diler Bikin Ferrari F40 Seharga Rp51 Miliar Ringsek Parah

Tantangan terbesar yang harus saya lalui hari ini adalah kondisi mobil yang biasa memberikan klakson kencang dan memacu kecepatan di atas rata-rata. Tidak hanya itu, pengendara mobil juga dengan mudah mengambil jalur yang bukan semestinya, tanpa melihat kondisi sekitar.

Saya sempat kesal dan marah saat ada mobil yang secara tiba-tiba mengambil jalur saya dan hampir menabrak tanpa ada rasa besalah. Menggunakan Royal Enfield Himalayan melewati jalur perkotaan tidaklah membuat saya kesulitan. Hal itu karena torsi motor yang soft membuat saya mudah mengendalikan laju di tengah kemacetan.

C3 Aircross Dijual Murah, Citroen Tak Berminat Pasang Target Penjualan

Setelah menempuh perjalanan 3 jam, kami akhirnya beristirahat di sebuah restoran pinggir jalan untuk makan siang. Panasnya matahari siang itu membuat saya merindukan Indonesia. Usai santap siang, kami melanjutkan perjalanan menusuri perkotaan.

Banyaknya sapi yang berkeliaran di tengah jalan membuat saya harus ekstra hati-hati. Berada di posisi depan, saya, Sarah dan Pallavi mencoba mencari arah tempat kami menginap. Sarah yang memacu kendaraannya dengan lincah membuat saya bersemangat berada tepat di belakangnya.

Melewati terowongan yang menembus bukit membuat saya takjub. Bagaimana tidak, terowongan ini adalah terowongan terpanjang yang pernah saya lalui. Sekitar 15 menit saya harus memacu kendaraan dalam posisi gelap gulita dengan pencahayaan lampu seadanya.

Menyusuri jalan di samping sungai, jalan sempit menanjak mulai saya lalui. Sempat beberapa kali salah arah tak membuat Sarah, saya dan Pallavi patah semangat. Terdapat dua jalur membuat kami cukup kesulitan memutuskan jalan mana yang harus dilalui.

Sarah yang berada di depan salah memilih jalur. Dia memilih jalur menanjak cukup terjal. Saya dan Pallavi yang berada dibelakang mencoba memperingatkan, namun Sarah sudah cukup jauh untuk mendengarnya.

Pallavi meminta saya untuk menunggu rombongan di belakang agar tidak salah jalur, sementara dia mengejar Sarah. Setelah menunggu sekitar 30 menit, rombongan beserta kru datang dan langsung menuju penginapan.

Tiba tepat pukul 18.00, kami langsung disuguhkan pemandangan penginapan yang dihiasi pepohonan dan sungai.

Penginapan kali ini sangatlah berbeda karena kita harus melewati sungai luas dengan menggunakan ayunan yang ditarik di kedua sisi. Istirahat sejenak di sekitar sungai dilakukan para riders setelah menempuh perjalanan selama 6,5 jam.

Ini merupakan malam terakhir sebelum menuju garis finish, kami menghabiskan waktu dengan berbicara dan bercanda di pinggir sungai. Berbeda negara dan kebudayaan membuat kami saling berbagi cerita tentang adat serta tata cara yang berlaku dinegara kami masing-masing.

Makan malam hari ini sangatlah menggugah selera karena kami disungguhkan ikan goreng yang langsung diambil dari sungai. Ditemani jus apel, kami bernyanyi dan bercanda di tengah bisingnya arus sungai.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya